Politik masyarakat kampus;ambiguitas nalar mahasiswa



paradikma berpikir mahasiswa akhir ini ternyata sudah sangat memprihatinkan.terlihat di beberapa kampus yang ada ternyata sudah mengalami kemererosotan idealisme,idealisme adalah ujung materi.makna mahasiswa sebagai agent perubahan sudah menjadi kabur. idealisme yang dibangun tidak sekuat apa yang mereka wacanakan.disadari dilingkup kecil(kampus)mahasiswa sudah melaksanakan beberapa tingkatan kecil yang sudah diperankan pejabat untuk memenangakan jabatan bupati,gubennur sampai prisedent. lingkup kecil memerankan pemenangan dalam pemilihan ketua BEM(badan eksekutif mahasiswa)proses eksploitasi merosot dan perkembangnya wilayah pengatahuan mahasiswa. syarat KPUM(komisi pemilihan umum mahasiswa) untuk menyulitkan proses pemenangan,harus berangakat dari partai dan didukung oleh beberapa mahasiwa dengan tanda bukti KTM.negosiasi(praktek)orang-orang yang berada di KPUM bagaimana lawan yang akan diusung supaya tidak lolos minimal dukungan suara nanti minim.
            Kemudian,menjelang pemilihan presma para kolega,tim pemenang melakukan langkah jitu,mengatur trategis dan memainkan isu lawan dan kemungkinan besar praktek penyelundupan uang (money politik)akan terjadi untuk meraih suara banyak. banyak permainan politik praktis yang tidak sempurna sudah dilakukan oleh mahasiswa.sampai diakhir kemenanmgan suara presma ada ditangan KPUM.
            Tidak amat jauh beda dengan pemerintahan yang terjadi, pasca kemenangan presma mereka yang dimasukkan kedalam stuktur kepengurusan hanya orang-orang tertentu, tidak mungkin lawan. karena jalan ini langkah jangka panjang selama satu tahun menjabat presma. proyek(istilah yang berkembang di kampus akhir ini)dari lembaga kempus pasti akan ditangani pihak BEM.kedua,proses lancarnya musyawarah untuk menggolkan proposal, atau suatu AD/ART memihak misalkan ketiga,banyaknya raker kemungkinan dana dari lembaga juga akan gampang dimanipulasi.keempat, selama periode satu tahun lamanya maka peluang utuk mengunakan kekuasaan ini menjerat birokrasi dengan intrik-intrik;kekuasaan massa, mendulang agar pihak lembaga(birokrasi)takut.
Awal Kekuatan presma ini juga sudah berangkat dari massa yang menduduki unit kecil dibawah BEM(UKM) atau sepadan (independent) seperti LPM. para aktifis(yang aktif di intra maupun ekstra) ini lebih mudah dibanding mereka mahasiswa akademik(mahasiswa keluyuran)mengkondisikan masyarakat kampus. Oleh karena itu,menjadi sangat mudah memainkan peran keluarga(kubu) dikampus. Bahkan tidak jarang KKN sampai sistem monarki akan terjadi dengan cara berlanjut, kekuasaan kubu turun-temurun. pengurus pejabat lama yang divisioner sejatinya tidak tumbang tetapi masih eksis bermain dibelakang layar.kondisi ini masih terlihat dilapangan apabila terjadi pemahaman yang setuju dan tidak setuju(pro dan kontra) yang dilakukan oleh badan ukm,bem dan mahsiswa menuntut kebijakan birokrasi artinya hanya sebagian dari mahasiswa yang memerankan tetapi untuk kepentingan badan mereka sendiri yang nantinya akan lebih lebih ditakuti oleh lembaga, terbukti tak jarang pihak ditakut-takuti supaya di kasih uang dan segala macam
Gambaran fenomena ini sebuah politik yang dilakonkan mahasisiwa dilembaga kampus, tidak hanya terjadi dilingkup pemerintahan. manifestasi yang dilakonkan pemerintahan yang hanya haus  kekuasaan sudah di contohkan oleh generasi, konspirasi politik para penguasa ini sudah sejak dini ditanam atau bahkan sudah punyak bibit kecil yang siap melanjutkan tendangannya.memang benar president suharto meninggal tetapi ia sudah punyak ribuan bibit yang siap tumbuh besar. Karena pelajaran presiden suharto itu menyenangkan bagi siapa saja terutama bagi dirinya,siapa yangtidak mau berkuasa selama 32 tahun,siapa saja orang harus ikut perintahnya, siapa yang tidak mau otoriter(harus di akui). ketika kita sudah menguasai kekuatan tertinggi(eksekutif,legislatif,yudikatif)artinya kita sudah menang. Sekarang politik ini masih digandrungi beberapa orang termasuk kalangan mahasiwa. Kemungkinan wacana yang terjadi pada tahun reformasi yang dibangun oleh mahasiswa untuk menumbangkan orde baru tidak benar. bisa saja karena masa itu masyarakat,mahasiswa dan kalangan sudah bosan hidup dalam lembaga pendidikan punyak suharto,mereka ingin mengaplikasikan. idealisme mahasiswa zaman dahulu yang mampu menumbangkan sukarno dan suharto masih menjadi tanda tanya besar sesungguhnya karena mahasiswa yang berani bergaung-gaung ternyata duduk juga di legislatif,eksekutif,yudikatif dan idealisme yang dibangun tetap seperti orde baru banyak yang masuk hotel prideo begitupun yang terlihat didaerah kampus.
Maka tidak mungkin mampu dikatakan sebagai agent perubahan dan kontrol masyarakat, justru paradigma yang dibangun dan diaplikasikan hanya membodohi masyarakat. Jadi menunggu perubahan itu tidak harus menunggu mahasiswa.
Kalau mahasiswa sudah pengalaman,aktif dan sudah pernah menjadi motor dikampus(pengkondisian,memanipulasi)insyaallah ini  sudah bisa dijadikan rekam jejak selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dimasyarakat luas. Tugas Mahasiswa itu ada dua pertama,agent perubahan positif kedua,kontrol positif. kalau rekam jejaknya negatif pasti dia sudah bukan tujuan untuk merubah bahkan memanipulasi. Cara berpikir mereka akan berujung kemauan pribadi.

Akar rumput mahasiswa
Kampus adalah wilayah luas yang ditumbuhi beberapa tipe mahasisiwa. Mahasiswa akademik seringkali dikaitkan dengan mahasiswa duduk,mendengarkan,pulang.ya memang benar mereka lebih memilih dunia akademik, mereka menghitung berapa banyak absen di dosen ini,dapat nilai berapa nanti. Mahasiswa ini susahnya pada soal tugas makalah saja. Mereka lebih memmilih diam dan keluhannya dijadikan curhatan antar teman,atau dosen yang sama-sama mengais rejeki dikampus yang tidak punyak peran. Apabila melihat ketimpangan birokrasi ia tidak mau peduli mereka lebih asyik disimpan saja dan dijadikan memory berkepanjangan.
Mahasiswa inilah yang menjadi titik pangkal perhatian badan (bem,lpm,ukm). Mereka adalah masyarakat kecil yang sering dirugikan. Mereka yang sering butuh pertolongan. Adanya badan tersebut adalah sekumpulan aspirasi,harapan,tindak lanjut sebagai wakil (eksekutif)mahasiswa yang akan menyampaikan, melaksanakan tindakan lanjutan dari respon lembaga.
Dalam beberapa perkembangan terkhir ini kesadaran dari akar rumput mulai bangkit juga terutama memahami posisi,kedudukan dan kesadaran peran badan yang ada itu. dimana mereka mulai mempertanyakan hasil,kegiatan dari tiap aspirasi badan eksekutif ini, sampai pada persoalan kecewapun tetapi mereka tetap tidak kuasa, mereka tetap pada komitmennya memilih diam. ibaratkan pemerintah indonesia masyarakat tetaplah mayarakat yang tidak punyak kekuasaan sama sekali.
Akar rumput ini bukan tidak pandai kemungkinan sudah merasa bosan sehingga sekarang banyak mahasisiwa lebih memilih menjadi mahasiswa akademik(tulen). kekecewan atau posisi yang mereka pahami bahwa posisi badan eksekutif itu bukan aspirasi,bukan haraapan,dan bukan kepanjangan tangan lembaga tetapi ajang pertempuran merebut kekuasaan, Tidak mungkin orang merebut sesuatu jika itu tidak berarti baginya.
Oleh sebab itu,kita jangan memahami akar rumput ini secara parsial. Karena kesenagan mereka hanya dugem,keluyuran dan segala macam tetapi mari kita koreksi secara bersama apa artinya kita hidup sebagai kepanjangan tangan tetapi tidak pernah sampai-sampai tangannya ke akar rumput ini, atau manipulasi yang dilakonkan aktifis adalah amanah yang sudah ingkari, jika itu yang terjadi kalau untuk memilih jujur(secara hati nurani) maka lebih baik jadi akar rumput saja ketimbang menjadi kalangan aktifis(aktif diintra dan ekstra)kampus malah akan menumpuk dosa atas amanat yang diberikan allah swt.
Jadi paradikma mahasiswa aktifis sudah banyak dibumbui pengalaman-pengalaman yang salah. Badan unit dikampus itu representatis kecil untuk para mahasiswa menuju wilayah pemerintahan yang lebih luas. Jika selama disini tidak mengakar pada akar rumput(tidak memanipulasi,korupsi dll)maka insyallah ada penopang kuat sebuah pengalaman untuk menahan ketika ada peluang-peluang selanjutnya.


Samsul arifin;pengamat kampus,asal kangean 





















PUTERA KIAI DAN PUTERA MASYARAKAT(SANTRI)

            Menyandang kiai memang tidak mudah, tidak ada jurusanya, tidak harus sekolah jauh-jauh ke mesir. Posisi kiai ada dua pertama, kiai yang diakui masyarakat, yakni beliau yang mampu memberikan Barokah, menyembuhkan penyakit masyarakat. Kiai ini harus siap setiap saat didatangani masyarakat untuk konsultasi atas permasalahan yang masyarakat hadapi. Ketika masyarakat percaya maka belaanpun dari masayrakat sendiri sampai nyawapun meski tidak ada pasarannya rela dikorbankan, sekian dari bukti ini kasus tanjung periok. Kedua, kiai yang hanya diakui tetapi masyarakat lebih banyak menilai baliau seorang ustad, beliau menjadi pamor di kehidupan sosial, pendidikan, membangun madrasah, mengadakan pengajian dilanggar, sekaligus  punyak pesantren kecil. Dari saking sakralnya segalanya disekitar akan disakralkan pula;kambing, tanaman, peci, keramat terutama keturunan(Putra).
            Berbicara putra kiai, masyarakat menilai sama dengan aba-nya. Dominasi yang masyarakat lihat pada posisi siapa keturunan dia? Jadi perilaku nyeleneh seorang putra kiai ditafsirkan sebuah kekeliruan yang biasa saja.karena perilaku yang keliru itu faktor awal seorang putra menyandang kiai atau seorang wali, para santri di pesantren punyak keyakinan bersikap menerima,nunut perintah seorang  putra adalah kebaikan mulya mendapatkan barokah kiai meskipun dilain waktu perintah itu ternyata tidak di indahkan oleh beliau, santri dan masyarakat yakni samikna waatakna.
            Lalu ada sebuah pertanyaan dari seorang santri yang”membangkang”masa’ kita harus hormat kepada orang yang selalu salah(membangkang)padahal dalam al-qur’an dan hadis cukup jelas keterangannya?.
            Memang banyak alasan masyarakat menghormati kiai. Perlu juga kiranya menyarakat memilah kondisi terdahulu dan zaman sekarang. Zaman daahulu memang banyak kesakralan yang ada dalam dugaan masyarakat sebab melihat kiai duduk sama-sama dengan masyarakat, tetapi jaman sekarang ketika banyak kiai yang duduk dalam dua posisi yang akhir ini dibilang oleh semua publik politik peraktis dan pesantren. Karena kecemaran orang-orang duduk dipolitik praktis termasuk kiai selalu Makan Harta Palsu(Maharpal)entah itu kurupsi,kolusi, atau nepotisme.
            Kadua, pesantren. Tidak semua pesantren yang dibangun kiai adalah niatan bagus. tetapi ternyata pesantren dan beberapa lembaga yang ada di pesantrennya adalah Naungan untuk intrik-intrik belakangan, maksudnya kalau penulis boleh katakan agen bisnis. Masyarakat tidak bisa melihat dari luar saja tetapi perlu memahami dari dalam itu sendiri kalau perlu melebur jadi santri atau orang yang berperan dalam lembaga yang dibangun pesantren tersebut. Apalagi para kiai punyak jabatan di lembaga pemerintah baik legislatif, eksekutif, Dan lainnya sangat rawan kalau tidak bisa dibilang hantu, selalu kebocoran proyek yang di tanganinya.
            Yang ketiga, para kiai boleh menerima pemberian masyarakat berupa salaman uang untuk mendapatkan Barokahnya. Kemungkinan ada juga terima kasih ini yang di herapkan oleh kiai. Kemudian ada juga bentuk salaman yang datang dari para pembisnis(kalau di sumenep semacam pembisnis tembakau dan lainya)tanpa melihat, memahami unsur yang terjadi ternyata untuk mendalang dukungan para kiai karena kejadian yang baru terjadi atau akan terjadi nanti pengusutan oleh demostrasi. Para kiai adalah presiden non pemerintah yang akan menggerakkan massa dari kalangan santri dan masyarakat bawah.
            Ketika kiai semacam ini berarti sudah bisa kita anggap kotor. Naudzubillah begitu juga pada putranya.maka masyarakat jangan terlalu memandang keturunan siapapun kalau itu yang dilakulakan oleh putra kiai seharusnya di perbaiki sesuai perintah agama. Suatu contoh kecil di lingkup santri memakai celana pendek dilarang, santri itu bersarung, memakai peci dan bertakwa misalkan. Dan ini menjadi keharusan. Masalahnya yang sering menggelitik hati santri, putra pesantren sering menyimpang  dari koridor apa yang dilaksanankan santri.
            Putra kiai adalah manusia dan santri juga manusia jadi tidak ada yang beda. salah satu dosen saya bilang”kalau ada putra kiai yang helap  kita jangan menganggap perbuatan wali karena kini banyak seorang putra yang tidak tahu agama, tidak pandai baca kitab”jadi mana mungkin beliau termasuk itu. Apalagi lap-mahelap.
            Sekarang banyak putra kiai itu suka bergaul dengan pemuda, geng jalanan, menjadi ketua kelompok salah satu geng di hari minggu, ikut tawuran. Seakan-akan perilaku ini dianggap biasa bahkan diyakini sebatas kewajaran ketika mereka masih muda .Kemungkinan mereka sengaja menggunakan kesempatan untuk berbuat tidak benar, menyuruh orang, menakut-nakuti. biasanya ketika salah satu geng di pimpin oleh putra kiai geng ini akan di takuti, di kagumi. Entah hanya karena ia seorang putra kiai atau memang pandai. Yang jelas perilaku ini salah. Mohon maaf kalau salah seorang putra kiai sering nongkrong di kafe-kafe masyarakat masih menganggap wajar berarti ada kontruksi budaya yang di bangun selama bertahun-tahun.
            Justru apabila ada masyarakat yang taat agama, pandai dan hidup mengayomi masyarakat jangan ini dipandang sepele karena bukan keturunan kiai. Menurut penulis sebagai masyarakat apalagi orang tersebut hidup di tengah-tengah perkapungan kita selalu memberikan nasehatnya ia tidak suka menyimpang, memberikan solusi.
Di masyarakat ini sebetulnya banyak putra masyarakat(santri)yang alim, pandai agama, taat beribadah. Tetapi oleh pemuda atau masyarakat sendiri tidak lebih karena ia bukan keturunan kiai.
            Untuk itu, memandang seseorang jangan hanya karena keturunan.



Samsul arifin;aktif di IKSADA(Ikatan Santri dan  Alumni Darussalam)saobi kangean.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih sadeje